BAB I
PENDAHULUAN
Dalam pembentukan suatu peraturan
perundang-undangan, apakah prakarsa dari peraturan perundang-undangan itu
berasal dari eksekutif atau legislatif, yang jelas dalam penyusunan peraturan
perundang-undangan dibuatnya harus melalui proses perumusan terlebih dahulu
dalam membuat suatu produk kebijakan atau polotik hukum yang disebut dengan “naskah
akademik”.
Naskah akademik dimaksudkan untuk memberikan
gambaran terlebih dahulu terhadap rancangan suatu kebijakan/ politik hukum
berupa peraturan perundang-undangan yang akan dibuat dan disusun oleh
masing-masing lembaga negara yang berwenang membuatnya. Oleh sebab itu, suatu
rancangan peraturan perundang-undangan sebelum menjadi draf rancangan
perundang-undangan terlebih dahulu sebelumnya sudah terumuskan dalam bentu
naskah akademik yang akan menjadi suatu draf rancangan perundang-undangan.
Dalam proses pembuatan peraturan
perundang-undangan yang baik apakah apakah prakarsa legislatif maupun eksekutif
di antaranya adalah adanya hak yang dimiliki pihak akademisi untuk membuat
naskah akademik.menurut Harry Alexander yang dimaksud naskah akademik adalah
naskah awal yang yang membuat gagasan-gagasan pengaturan dan materi
perundang-undangan bidang tertentu.
Bentuk dan isi naskah akademik memuat gagasan
pengaturan suatu materi hukum bidang tertentu yang ditinjau secara
“holistik-futuristik” dan dari berbagai aspek ilmu, dilengkapi dengan referensi
yang memuat; urgensi, konsepsi, landasan, alas hukum, prinsip-prinsip yang
digunakan serta pemikiran tentang norma-norma yang telah dituangkan ke dalam
bentuk pasal-pasal dengan mengajukan berbagai alternatif, yang disajikan dalam
bentuk uraian yang sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmu hukum
dan sesuai dengan politik hukum yang telah digariskan.
Dari pendapat tersebut, menunjukkan bahwa
pembuatan naskah akademik tidak lebih dari suatu upaya pendekatan menyeluruh (holistik)
dari sebuah rencana pembuatan peraturan perundang-undangan yang telah
dirumuskan. Pendekatan ini dijalankan melalui konsep dasar tritunggal
dalam menelaah lahirnya sebuah peraturan perundang-undangan, yang meliputi
aspek yuridis, sosiologis dan filosofis.
Aspek yuridis maksudnya agar produk hukum yang
diterbitkan dapat berjalan sesuai dengan tujuan tanpa menimbulkan gejolak di
tengah-tengah masyarakat. Aspek sosiologi, dimaksudkan agar produk hukum yang
diterbitkan jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup
ditengah-tengah masyarakat, misalnya adat istiadat. Aspek filosofis,
dimaksudkan agar produk hukum yang diterbitkan jangan bertentangan dengan
nilai-nilai yang hakiki di tengah-tengah masyarakat, misalnya agama dan
kepercayaan.
Dengan batasan yang jelas ini akan memudahkan
untuk menginvetarisasi seluruh bahan dan permasalahan yang muncul di lapangan.
Dari tiga aspek tersebut jugalah yang akan dijadikan rambu-rambu penting dalam
merumuskan batasan akademis dari batasan akademis yang dibuat. Hal ini penting
untuk ditekankan agar naskah akademis yang dibuat tidak saja bertumpu pada
keilmuan tetapi juga harus ditunjang dengan kenyataan sosial. Tumpuan keilmuan
dibuat didasarkan kepada kaidah-kaidah teori dan pendapat para pakar (doktrin),
sedangkan tumpuan kenyataan didasarkan kepada kebutuhan nyata (reality needed)
yang diinginkan masyarakat agar kehidupannya terlindungi dan jaminan oleh
kepastian, kemanfaatan dan keadilan hukum baik nasa kini (does sein) maupun
masa yang akan datang (does sollen).
Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (7) Perpres
No. 68 Tahun 2005 tentang tata cara mempersiapkan rancangan undang-undang,
rancangan peraturan pemerintah pengganti undang-undang, rancangan peraturan
pemerintah, dan rancangan peraturan presiden menyatakan bahwa: naskah akademik
adalah naskah yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi
yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan
dan lingkup jangkauan dan obyek, atau arah peraturan rancangan undang-undang.
Dengan demikian, dari ketentuan ini maka diketahui bahwa naskah akademik
merupakan rumusan awal dari sebuah produk peraturan perundang-undangan yang
akan dibuat, di dalamnya memuat latar belakang, tujuan, obyek yang diatur pada
masing-masing peraturan, serta ruang lingkup pengaturannya.
Dalam konteks ilmu perundang-undangan, maka
naskah akademik memegang peranan yang sangat penting untuk memberikan kajian
yang dalam terhadap substansi yang akan diatur. Maka dari itu untuk menyusun
naskah akdemik dibutuhkan penelitian kepustakaan dan penelitian empiris sebagai
data dasarnya. Artinya proses penyusunan peraturan perundang-undangan tidak
boleh dilakukan secara pragmatif dengan langsung menuju pada subtansi masalah yang akan diatur
di dalam peraturan perundang-undangan. Sehingga disini partisipasi masyarakat
terutama dalam pembuatan undang-undang dan peraturan daerah keterlibatannya
sangat diperlukan baik secara langsung yang diminta oleh lembaga pembuat
perundangan pusat maupun daerah atau tidak langsung diminta atas keterlibatnnya
yaitu dengan aktif mengontrol jalannya penyusunan draf materi muatan peraturan
peraturan perundang-undangan utamanya undang-undang maupun peraturan daerah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Naskah Akademik
Pemakaian
istilah Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan secara baku dipopulerkan pada tahun 1994 dengan Keputusan
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Nomor G-159.PR.09.10 Tahun 1994 tentang
Petunjuk Teknis Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan, dikemukakan
bahwa: Naskah
Akademik Peraturan Perundang-undangan
adalah naskah awal yang memuat pengaturan materi-materi perundang-undangan
bidang tertentu yang telah ditinjau secara sistemik, holistik dan futuristik.
Definisi
lainnya dari sebuah naskah akademik, dikemukakan oleh Jazim Hamidi bahwa
naskah akademik ialah naskah atau uraian yang berisi penjelasan tentang :
1.
Perlunya sebuah peraturan harus dibuat
2.
Tujuan dan kegunaan dari peraturan yang akan dibuat
3.
Materi-materi yang harus diatur peraturan tersebut
4. Aspek-aspek
teknis penyusunan
Menurut Harry
Alexander dalam bukunya Panduan Perancangan Perda di Indonesia, memberikan
definisi tentang Naskah Akademik adalah naskah awal yang memuat gagasan-gagasan
pengaturan dan materi muatan perundang-undangan bidang tertentu.
Pasal 1 angka 7
Perpres Nomor 68 Tahun 2005, menyatakan Naskah akademik adalah naskah yang
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar
belakang , tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan,
objek, atau arah pengaturan suatu Rancangan Undang-Undang.
Undang-undang
Nomor 10 Tahun 2004 tidak menyatakan secara ekplisit tentang Naskah Akademik,
tetapi secara implisit pada Pasal 53, berbunyi: Masyarakat
berhak memberikan masukan secara lisan dan tertulis dalam rangka penyiapan atau
pembahasan rancangan undang-undang atau rancangan peraturan daerah.
Tidak jauh
berbeda dengan hal di atas, Hikmahanto Juwana mengemukakan, secara substansi,
Naskah Akademik memuat beberapa bagian penting, yaitu:
a.
Tujuan dibuatnya rancangan undang-undang
Tujuan dan
alasan dibentuknya peraturan perundang-undangan dapat beraneka ragam. Hal ini
terkait erat dengan politik hukum, karena tujuan pembentukan peraturan
perundang-undangan merupakan penjabaran dari politik hukum.
b.
Pembahasan tentang apa yang akan diatur
Bagian ini
harus dapat diuraikan secara tepat dan tajam apa yang akan menjadi muatan
materi dalam UU. Untuk pengisian bagian ini, penyusun Naskah Akademik harus
berkonsultasi secara intens dengan pihak-pihak yang sangat tahu tentang apa
yang akan diatur.
c.
Faktor berjalannya undang-undang
Dalam
praktiknya sering undang-undang tidak dapat dilaksanakan dan ditegakkan.
Kondisi ini terjadi karena tidak diikuti dengan kajian yang mendalam dengan
memperhatikan kebutuhan masyarakat dalam arti sesungguhnya. Dengan demikian,
seyognya Naskah Akademik juga memuat kajian tentang dukungan infrastruktur
dalam hal suatu undang-undang diberlakukan nantinya.
d.
Rujukan (Reference)
Dalam Naskah
Akademik perlu diuraikan tentang rujukan terkait dengan RUU yang akan dibuat.
Hal ini bertujuan untuk menghindari tumpang tindihnya aturan baik secara
horizontal maupun vertikal, serta untuk harmonisasi dan sinkronisasi berbagai
undang-undang yang sudah ada dalam proses pembentukan undang-undang.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa “Naskah Akademik” paling sedikit
memuat dasar filosofis, sosiologis, yuridis, pokok dan lingkup materi muatan yang diatur.
B.
Landasan Filosofis dalam Naskah Akademik
Dasar filosofis
merupakan landasan filsafat atau pandangan yang menjadi dasar cita-cita sewaktu
menuangkan suatu masalah ke dalam peraturan perundang-undangan. Dasar filosofis
sangat penting untuk menghindari pertentangan peraturan perundang-undangan yang
disusun dengan nilai-nilai yang hakiki dan luhur di tengah-tengah masyarakat,
misalnya etika, adat, agama dan lain-lain.
Dalam Aspek filosofis
ini memuat
hasil kajian yang mencerminkan landasan ideal atau pandangan yang menjadi dasar
cita-cita pada saat menuangkan suatu masalah ke dalam peraturan perundang-undangan.
C.
Landasan Sosiologis dalam Naskah Akademik
Secara dasar
sosiologis, naskah akademik disusun dengan mengkaji realitas masyarakat yang
meliputi kebutuhan hukum masyarakat, aspek sosial ekonomi dan nilai-nilai yang
hidup dan berkembang (rasa keadilan masyarakat).
Tujuan kajian
sosiologis ini adalah untuk menghindari tercerabutnya peraturan
perundang-undangan yang dibuat dari akar-akar sosialnya di masyarakat.
Banyaknya peraturan perundang-undangan yang setelah diundangkan kemudian
ditolak oleh masyarakat, merupakan cerminan peraturan perundang-undangan yang
tidak memiliki akar sosial yang kuat.
Umumnya,
teori-teori perundang-undangan hanya menyebutkan tiga aspek kajian untuk
mengukur baik-tidaknya suatu peraturan perundang-undangan, yaitu dari aspek
filosofis, yuridis, dan sosiologis. Akan
tetapi, sebuah peraturan perundang-undangan (termasuk peraturan daerah) tidak
bisa sama sekali dilepaskan dari unsur-unsur politis dalam pembentukannya. Aspek politis pada dasarnya mengedepankan
persoalan tarik-ulur kepentingan antara pemerintah dan masyarakat. Dalam Naskah Akademik pun kajian terhadap
aspek ini perlu dilakukan. Bagaimana
sesungguhnya kemauan politik dari pemerintah, dan bagaimana bargaining power dari kemauan politik
pemerintah ini ketika berhadapan dengan kepentingan masyarakat, terutama dalam
era demokrasi seperti saat ini.
Untuk hasil yang lebih lengkap dan jelas dalam bentuk Microsoft Word, silahkan download disini