Pages

Subscribe:

Labels

Jumat, 26 April 2013

Epistemologi Bayani, Burhani dan Irfani (2)


Pembahasan
Pada abad pertengahan, hegemoni antara akal akal dan iman benar-benar tidak seimbang. Pada abad itu akal kalah total dan iman menang mutlak, abad ini telah mempertontonkan kelambanan kemajuan manusia, padahal tadinya manusia itu sudah membuktikan bahwa ia mampu dan sanggup maju dengan cepat. Saat itu juga telah dipenuhi lembaraan hitam berupa pemusnahan orang-orang yang berfikir kreatif, karena pemikiraannya berlawanan dengan pikiran tokoh agama atau gereja. Untunglah pada abad-abad sekarang ini kejadian itu tidak kita temukan lagi, apalagi setelah datangnya islam yang ikut serta mendorong manusia untuk berpikir, untuk belajar, untuk maju tidak puas dengan apa yang telah ada.
Hingga saat ini model berfikir sudah berkembang pesat, pada umumnya dalam sejarah khazanah pemikiran umat manusia dan sekaligus menjadi tolak ukur kebenaran (benar atau tidaknya sesuatu) ada tiga model berpikir, yakni:
Model berfikir RASIONAL
Model berfikir rasional berpendapat bahwa untuk menemukan kebenaran dan sekaligus menjadi tolak ukur kebenaran dapat dilakukan dengan menggunakan akal secara logis. Maka benar atau tidaknya sesuatu diukur dengan rasionalitas akal. Dengan demikian dapat disebut objek kajian epistimologi rasional adalah hal-hal yang bersifat abstrak logis. Paradigmanya adalah logis, dan metode yang dipakai adalah ukuran rasionalitas, yakni dapat diterima atau tidak oleh akal. Diantara tokohnya adalah Descartes, Spinoza, dan Leibniz.
Model berpikir EMPIRIKAL
Adapun model berfikir empirikal berpendirian bahwa sumber pengetahuan adalah pengamatan dan pengalaman indrawi manusia. Maka indra manusia lah yang menjadi ukuran benar atau tidaknya sesuatu. Objek kajian epistimoligi empirikal, dengan demikian,adalah fakta empirik, dan yang mempunyai paradigma positivistik, yakni sesuatu yang dapat diamati (observable), dapat diukur (measurable), dan dapat dibuktikan ulang (verificable/verifiable). Metode yang dipakai adalah metode ilmiah, dengan ukuran empiris, yakni sesuai atau tidak dengan fakta. Diantara tokohnya adalah Jhon Locke, David Hume, dan Herbert Spencer.
Model berpikir INTUITIF (irrasional)
Sementara model berfikir intuitif (irrasional) berpandangan, bahwa kebenaran dapat digapai lewat pertimbangan-pertimbangan emosional (mukhasafah). Objek kajian epistimologi irrasional adalah hal-hal yang abstrak, dan mempunyai paradigma mistik atau ghaib. Adapun metode yang digunakan adalah latihan secara terus menerus atau mengasah secara berulang-ulan. Adapun  yang menjadi tolak ukur keakuratannya adalah kepuasan hati. Karena itu, perbedaan antara  epistimologi rasional dan irrasioanal terletak pada paradigma, metode dan ukuran. Filsafat menggunakan penalaran logis, metode rasional, dan ukuran logis. Sementara epistimologi irrasional menggunakana paradigma ghaib, latihan, dan kepuasan hati.

0 komentar:

Posting Komentar

SPONSORED