Pembahasan
Pada abad pertengahan, hegemoni antara akal akal dan
iman benar-benar tidak seimbang. Pada abad itu akal kalah total dan iman menang
mutlak, abad ini telah mempertontonkan kelambanan kemajuan manusia, padahal
tadinya manusia itu sudah membuktikan bahwa ia mampu dan sanggup maju dengan
cepat. Saat itu juga telah dipenuhi lembaraan hitam berupa pemusnahan
orang-orang yang berfikir kreatif, karena pemikiraannya berlawanan dengan
pikiran tokoh agama atau gereja. Untunglah pada abad-abad sekarang ini kejadian
itu tidak kita temukan lagi, apalagi setelah datangnya islam yang ikut serta
mendorong manusia untuk berpikir, untuk belajar, untuk maju tidak puas dengan
apa yang telah ada.
Hingga saat ini model berfikir sudah berkembang
pesat, pada umumnya dalam sejarah khazanah pemikiran umat manusia dan sekaligus
menjadi tolak ukur kebenaran (benar atau tidaknya sesuatu) ada tiga model
berpikir, yakni:
Model berfikir RASIONAL
Model
berfikir rasional berpendapat bahwa untuk menemukan kebenaran dan sekaligus
menjadi tolak ukur kebenaran dapat dilakukan dengan menggunakan akal secara
logis. Maka benar atau tidaknya sesuatu diukur dengan rasionalitas akal. Dengan
demikian dapat disebut objek kajian epistimologi rasional adalah hal-hal yang
bersifat abstrak logis. Paradigmanya adalah logis, dan metode yang dipakai
adalah ukuran rasionalitas, yakni dapat diterima atau tidak oleh akal. Diantara
tokohnya adalah Descartes, Spinoza, dan Leibniz.
Model berpikir EMPIRIKAL
Adapun model berfikir empirikal berpendirian bahwa
sumber pengetahuan adalah pengamatan dan pengalaman indrawi manusia. Maka indra
manusia lah yang menjadi ukuran benar atau tidaknya sesuatu. Objek kajian
epistimoligi empirikal, dengan demikian,adalah fakta empirik, dan yang
mempunyai paradigma positivistik, yakni sesuatu yang dapat diamati
(observable), dapat diukur (measurable), dan dapat dibuktikan ulang (verificable/verifiable).
Metode yang dipakai adalah metode ilmiah, dengan ukuran empiris, yakni sesuai
atau tidak dengan fakta. Diantara tokohnya adalah Jhon Locke, David Hume, dan
Herbert Spencer.
Model
berpikir INTUITIF (irrasional)
Sementara model berfikir intuitif (irrasional)
berpandangan, bahwa kebenaran dapat digapai lewat pertimbangan-pertimbangan
emosional (mukhasafah). Objek kajian epistimologi irrasional adalah hal-hal
yang abstrak, dan mempunyai paradigma mistik atau ghaib. Adapun metode yang
digunakan adalah latihan secara terus menerus atau mengasah secara
berulang-ulan. Adapun yang menjadi tolak
ukur keakuratannya adalah kepuasan hati. Karena itu, perbedaan antara epistimologi rasional dan irrasioanal terletak
pada paradigma, metode dan ukuran. Filsafat menggunakan penalaran logis, metode
rasional, dan ukuran logis. Sementara epistimologi irrasional menggunakana
paradigma ghaib, latihan, dan kepuasan hati.
0 komentar:
Posting Komentar