Pages

Subscribe:

Labels

Sabtu, 26 Januari 2013

NO INSTANT FOR SUCCESS


TIDAK ADA KATA INSTANT UNTUK SUKSES

....Thomas Alva Edison bereksperimen sampai 9999 kali gagal , baru yang ke 10.000 beliau berhasil menemukan lampu pijar. Bayangkan saja, bila beliau berputus asa atas kegagalan-kegagalannya, dunia tak akan terang benderang seperti sekarang.....kegagalan adalah awal dari kemenangan...

....Donald Trump diramalkan akan bangkrut pada tahun 1991, ternyata sampai saat ini beliau semakin berjaya, majalah forbes tetap bertiras tinggi dan sosoknya menjadi ikon dunia dengan The Apprentice, semua hanya dengan kerja keras berdedikasi tinggi berhasil memutarbalikkan  ramalan. Laa yughayyiru maa biqaumin hatta yughayyiru maa bianfusihim...

....Bill Gates beraset 10 kali lipat dari PDB Indonesia, namun ia hanya akan mewariskan 0,02 % dari hartanya kepada anak-anaknya .Bill Gates berpendapat, seperti hal dirinya pada awal pendirian Microsoft Corp,  anak-anaknya harus pula berprinsip ...Al qiyaamu alaa nafsi wa laisa ala-l-waratsati... asaasun najaahi...

....Napoleon Bonaparte, dilahirkan di korsika bukan sebagai pemuda yg semampai ataupun berfisik atletis bahkan ia terlampau kurus tuk menjadi seorang perwira. Namun,siapa yang menyangka 30 tahun kemudian ia hampir menghidupkan kembali kekaisaran charlemagne yg menguasai separuh eropa dan menjadi petinggi militer yg paling disegani ?

.... Roman Abramovich, taipan terbesar Rusia yg berhasil membeli chelsea ternyata 20 tahun lalu adalah pedagang mainan plastik di pinggiran kota moskow.

....Beberapa dekade yang lalu, wal mart didirikan dan kini menjadi ritel hypermarket terbesar di dunia. Siapa pula yg menyangka, bahwa pendirinya adalah seorang yg pernah ditolak Microsoft corp untuk menjadi staf cleaning servicenya dan kemudian memutuskan menjual tomat door to door namun berakhir di hypermarket yang asetnya cukup untuk mendirikan sebuah negara ?

Dan yang paling dekat dengan kita, Hero Supermarket dan Mr Kurnia, pendirinya. Beliau mengawali usahanya bukan dengan beli saham di BEJ justru semuanya berawal dari sebuah warung kelontong kecil di pinggir jalan...

........Modal bukanlah modal dari kesuksesan dalam hidup namun modal adalah ketekunan, kesungguhan dan dedikasi tinggi...........

.......Semua tidak ada yang instan , keinginan untuk mendapatkan segala yang instan adalah awal dari pragmatisme yg menenggelamkan negeri ini dalam hutang yang tak berkesudahan dan krisis moral yang iada akhir. Bijaklah kita, dengan hanya mencatatkan kata-kata instan dalam frasa mie instan atau telkomnet instan.....

....Pembangunan diri dan bangsa melalui pembinaan mental adalah investasi jangka panjang. Jepang butuh 40 tahun berestorasi , Eropa butuh 30 tahun bangkit dari kehancuran perang dunia, Amerika butuh 200 tahun untuk menjadi Amerika yang sekarang....Semua serba berproses dan sekali lagi, tidak ada yang instan !

"Hidup adalah proses yang terus berputar dan berputar" , ujar Dr KH Abdullah Syukri Zarkasyi, MA di masjid pusaka dalam pesannya ketika melepas kami setelah habisnya masa pengabdian.
Read more >>

Sabtu, 19 Januari 2013

Seputar tentang Hukum Internasional


HUKUM INTERNASIONAL
1)      Apa yang anda ketahui tentang hukum internasional? dan apa manfaatnya?
Hukum Internasional dalam arti luas terbagi dalam dua bagian yaitu hukum internasional publik dan hukum perdata internasional.
Dalam arti sempit hukum internasional adalah hukum bangsa-bangsa (publik), kumpulan ketentuan hukum yang berlakunya dipertahankan oleh masyarakat internasional (external power).[1]
Bermanfaat untuk menciptakan ketertiban dan keadilan dalam hubungan antar negara sekaligus menjamin keadilan bagi masyarakat internasional.[2]

2)      Jelaskan secara singkat asal-mula dan perkembangan hukum internasional!
a.      Periode Kuno. Pada periode Mesir dan India kuno telah ditemukan embrio hukum internasional yang muncul dari adat-istiadat yang ditaati oleh masyarakat dalam hubungan timbal-balik mereka. Ditemukan juga traktat-traktat, kekebalan duta besar, perundang-undangan mengenai perang, serta beberapa kasus tentang penyelesaian arbitrasi dan mediasi pada cina kuno dan permulaan dunia Islam.
Yahudi dan Islam: dikenal hukum humaniter, cara berperang, pembedaan orang pribumi dengan orang asing, yang kemudian diadopsi dalam konvensi-konvensi.
Romawi: dikenal arbtrase dan diplomasi luar negeri (internasional)

Untuk hasil yang lebih lengkap dan jelas dalam bentuk Microsoft Word, silahkan download disini

[1] Soegeng Istanto, Hukum Internasional, Yogyakarta, Atmajaya, 1997, hal. 4
[2] J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, Cet. 8, hal. 6
Read more >>

Kamis, 17 Januari 2013

Jangan Berhenti Belajar


           Belajar adalah suatu proses yang harus dan dituntut tetap ada dalam diri setiap manusia. Dengan belajar, manusia akan menjadi lebih baik, tidak terjebak pada kesalahan/ kegagalan yang sama, cerdas, bijaksana, adil, taat kepada Allah SWT.
Sebagai suatu prases yang tidak boleh berhenti, belajar seharusnya dilakukan setiap waktu, di setiap tempat dan kesempatan. Sedangkan formalitasnya dilakukan di sekolah, sebagai rangkaian kegiatan belajar yang dilembagakan dalam rangka membentuk konsep manusia seutuhnya. Ironisnya, belajar, meskipun merupakan bagian yang tidak bisa ditawar-tawar dalam kehidupan manusia, seringkali menjadi kegiatan yang tidak menarik perhatian. Rasa malas dan rendahnya motivasi menjadi fenornena umum. Implikasinya, prestasi siswa pun menurun.
Tak berhenti di situ, keengganan serta rasa malas itu juga dapat menjalar pada sikap-sikap negatif lainnya, misalnya tawuran, pergaulan bebas. penyalahgunaan narkoba, dan seba-gainya. Hal ini terjadi karena anak yang tidak tertarik belajar. itu mengalihkan rasa ketertarikannya pada nal lam yang lebih menari-tang dan menarik bagi mereka. Kalau sudah begini, guru dan orangtua baru tersentak dan segera mencari solusi. Berbagai teori, kiat, maupun nasibat diingat kembali. Takjarangusaha-usaha yang mereka lakukar itu gagal atau berhasil sementara, karena mengubah perilaku tak sernudah membaiik telapak tangan.
Berbagai teori yang diperuntukkan bagi peningkatan motivasi dan semangat belajar tak lagi kuasa menunjukkan kekuatannya, karena hanya dirnunculkan, didiskusikan, dan diharapkan akan diterapkan. Penerapan inilah yang sulit dibahasakan pada praktik belajar sehari-hari.
Kemalasan belajar sebenarnya muncul dari kata belajar itu sendiri. Dalam masyarakat kita, makna belajar tereduksi menjadi hanya berupa aktivitas didalam kelas, harus ada buku, guru, dan siswa, serta ada target-target yang harus dikuasai. Dengan pemahaman ini, maka kata belajar menjadi sangat membosankan. Yang dimunculkan bukan motivasi internal, tapi malah motivasi eksternal.
Pemahaman Islam mengenai belajar, sangatlah berorientasi pada motivasi internal. Dalam beberapa badis disebutkan bahwa manusia ditekankan untuk menuntut ilmu dari buaian sampai liang lahat. Pemahaman ini kemudian dijadikan konsep untuk menggiatkan belajar seumur hidup (long live education). Surat Al Mujadilah [58] ayat 11 mengungkapkan, "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan berilmu sebanyak beberapa derajat."
Mengapa seorang Muslim mau belajar seumur hidup? Motivasi belajar dalam Islam bukanlah untuk mencari pekerjaan. Dalam Islam, belajar itu ibadab atau sebagai bentuk pengabdian kepada Allah SWT. Karena bagian dari ibadah, maka umat Islam harus melakukannya sepanjang hidup. Jika motivasi belajar adalah untuk mendapatkan pekerjaan, maka pembodohan terhadap pemahaman belajar sudah sangat membahayakan. Orang yang sudah mendapatkan pekerjaan sesuai dengan tujuannya, tidak mau lagi belajar.
Read more >>

PENGARUH PEMIKIRAN MAZHAB DALAM KETENTUAN HUKUM PERCERAIAN DI INDONESIA (Makalah)

PENDAHULUAN
Allah swt menciptakan segala sesuatu di muka bumi ini dengan berpasang-pasangan, ada laki-laki dan ada perempuan, ada suka dan ada duka, ada pertemuan dan ada perpisahan.[1] Sudah lumrah bagi setiap hal yang memiliki awal pasti juga memiliki akhir, tidak terkecuali dalam ikatan pernikahan. Ada waktunya untuk kita bertemu dengan seseorang yang kita cintai dan ada pula waktunya ketika kita harus berpisah dengan seseorang yang disayangi. Perpisahan yang terjadi bukanlah akhir dari sebuah perjalanan hidup, melainkan sebuah pembelajaran untuk pendewasaan diri. Kali ini, kita akan berbicara tentang perpisahan antara dua insan yang mencinta, antara sepasang suami istri. Berpisahnya sepasang suami dan istri disebabkan oleh dua hal umum yaitu, kematian dan perceraian.[2]
Ikatan pernikahan yang dipisahkan karena kematian bisa diterima dan dapat kita fahami bersama. Namun, perpisahan antara suami dan istri yang disebabkan oleh perceraian seringkali meniggalkan permasalahan, mulai dari sebab perceraian yang terkadang tidak jelas, sampai kepada akibat buruk dari perceraian tersebut. Seperti apa sebenarnya Islam mengatur masalah perceraian ini, mungkinkah ada yang salah dari peraturan (hukum) Islam sehingga dewasa ini begitu mudahnya pasangan suami istri di bumi ini, khususnya dari kalangan umat Islam sendiri, mengakhiri ikatan suci (pernikahan) rumah tangga mereka dengan perceraian (talak).
Selain masalah perkawinan, perceraian di Indonesia secara umum juga diatur di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang diberlakukan bagi semua warga negara Indonesia, kemudian ditambah dengan peraturan Kompilasi Hukum Islam (KHI) khusus bagi warga negara Indonesia yang memeluk agama Islam. Hal ini sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) nomor 1 tahun 1991 yang melegalkan KHI sebagai salah satu acuan atau pedoman hukum perkawinan dan perceraian (juga hal lainnya yang berkaitan langsung dengan perkawinan) di Indonesia.

Perumusan KHI secara substansial mengacu kepada sumber hukum Islam, yakni al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah, dan secara hirarki mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Seperti biasa di dalam Islam, ketika para mujtahid tidak menemukan sumber dari nash mereka akan merujuk kepada pendapat para sahabat bahkan merujuk kepada imam mazhab atau yang mengikutinya. Begitu juga dalam penyusunan KHI Indonesia, terdapat beberapa pendapat mazhab yang dikutip dan diekspresikan oleh tim penyusun KHI khususnya tentang masalah perceraian.
Untuk hasil yang lebih lengkap dan jelas dalam bentuk Microsoft Word, silahkan download (klik disni)


[1] Lihat Al-Qur’an surat Yasin (36): 36, Az-Zumar (39): 6, Adz-Dzaariyaat (51): 49 dan Fatir (35): 11.
[2] Supriatna dkk, Fiqh Munakahat II Dilengkapi dengan UU No. 1/ 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, cet. Ke-1, (Yogyakarta: Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2008), hlm. 16.
Read more >>

Makalah Legal Drafting (ASPEK FILOSOFIS DAN SOSIOLOGIS DALAM PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK)


BAB I
PENDAHULUAN
Dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan, apakah prakarsa dari peraturan perundang-undangan itu berasal dari eksekutif atau legislatif, yang jelas dalam penyusunan peraturan perundang-undangan dibuatnya harus melalui proses perumusan terlebih dahulu dalam membuat suatu produk kebijakan atau polotik hukum yang disebut dengan “naskah akademik”.
Naskah akademik dimaksudkan untuk memberikan gambaran terlebih dahulu terhadap rancangan suatu kebijakan/ politik hukum berupa peraturan perundang-undangan yang akan dibuat dan disusun oleh masing-masing lembaga negara yang berwenang membuatnya. Oleh sebab itu, suatu rancangan peraturan perundang-undangan sebelum menjadi draf rancangan perundang-undangan terlebih dahulu sebelumnya sudah terumuskan dalam bentu naskah akademik yang akan menjadi suatu draf rancangan perundang-undangan.[1]
Dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang baik apakah apakah prakarsa legislatif maupun eksekutif di antaranya adalah adanya hak yang dimiliki pihak akademisi untuk membuat naskah akademik.menurut Harry Alexander yang dimaksud naskah akademik adalah naskah awal yang yang membuat gagasan-gagasan pengaturan dan materi perundang-undangan bidang tertentu.
Bentuk dan isi naskah akademik memuat gagasan pengaturan suatu materi hukum bidang tertentu yang ditinjau secara “holistik-futuristik” dan dari berbagai aspek ilmu, dilengkapi dengan referensi yang memuat; urgensi, konsepsi, landasan, alas hukum, prinsip-prinsip yang digunakan serta pemikiran tentang norma-norma yang telah dituangkan ke dalam bentuk pasal-pasal dengan mengajukan berbagai alternatif, yang disajikan dalam bentuk uraian yang sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmu hukum dan sesuai dengan politik hukum yang telah digariskan.[2] 
Dari pendapat tersebut, menunjukkan bahwa pembuatan naskah akademik tidak lebih dari suatu upaya pendekatan menyeluruh (holistik) dari sebuah rencana pembuatan peraturan perundang-undangan yang telah dirumuskan. Pendekatan ini dijalankan melalui konsep dasar tritunggal[3] dalam menelaah lahirnya sebuah peraturan perundang-undangan, yang meliputi aspek yuridis, sosiologis dan filosofis.
Aspek yuridis maksudnya agar produk hukum yang diterbitkan dapat berjalan sesuai dengan tujuan tanpa menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat. Aspek sosiologi, dimaksudkan agar produk hukum yang diterbitkan jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup ditengah-tengah masyarakat, misalnya adat istiadat. Aspek filosofis, dimaksudkan agar produk hukum yang diterbitkan jangan bertentangan dengan nilai-nilai yang hakiki di tengah-tengah masyarakat, misalnya agama dan kepercayaan.[4]
Dengan batasan yang jelas ini akan memudahkan untuk menginvetarisasi seluruh bahan dan permasalahan yang muncul di lapangan. Dari tiga aspek tersebut jugalah yang akan dijadikan rambu-rambu penting dalam merumuskan batasan akademis dari batasan akademis yang dibuat. Hal ini penting untuk ditekankan agar naskah akademis yang dibuat tidak saja bertumpu pada keilmuan tetapi juga harus ditunjang dengan kenyataan sosial. Tumpuan keilmuan dibuat didasarkan kepada kaidah-kaidah teori dan pendapat para pakar (doktrin), sedangkan tumpuan kenyataan didasarkan kepada kebutuhan nyata (reality needed) yang diinginkan masyarakat agar kehidupannya terlindungi dan jaminan oleh kepastian, kemanfaatan dan keadilan hukum baik nasa kini (does sein) maupun masa yang akan datang (does sollen).[5]
Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (7) Perpres No. 68 Tahun 2005 tentang tata cara mempersiapkan rancangan undang-undang, rancangan peraturan pemerintah pengganti undang-undang, rancangan peraturan pemerintah, dan rancangan peraturan presiden menyatakan bahwa: naskah akademik adalah naskah yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup jangkauan dan obyek, atau arah peraturan rancangan undang-undang. Dengan demikian, dari ketentuan ini maka diketahui bahwa naskah akademik merupakan rumusan awal dari sebuah produk peraturan perundang-undangan yang akan dibuat, di dalamnya memuat latar belakang, tujuan, obyek yang diatur pada masing-masing peraturan, serta ruang lingkup pengaturannya.
Dalam konteks ilmu perundang-undangan, maka naskah akademik memegang peranan yang sangat penting untuk memberikan kajian yang dalam terhadap substansi yang akan diatur. Maka dari itu untuk menyusun naskah akdemik dibutuhkan penelitian kepustakaan dan penelitian empiris sebagai data dasarnya. Artinya proses penyusunan peraturan perundang-undangan tidak boleh dilakukan secara pragmatif dengan langsung  menuju pada subtansi masalah yang akan diatur di dalam peraturan perundang-undangan. Sehingga disini partisipasi masyarakat terutama dalam pembuatan undang-undang dan peraturan daerah keterlibatannya sangat diperlukan baik secara langsung yang diminta oleh lembaga pembuat perundangan pusat maupun daerah atau tidak langsung diminta atas keterlibatnnya yaitu dengan aktif mengontrol jalannya penyusunan draf materi muatan peraturan peraturan perundang-undangan utamanya undang-undang maupun peraturan daerah.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Naskah Akademik
Pemakaian istilah Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan secara baku  dipopulerkan pada tahun 1994 dengan Keputusan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Nomor G-159.PR.09.10 Tahun 1994 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan, dikemukakan bahwa:[6] Naskah Akademik  Peraturan Perundang-undangan adalah naskah awal yang memuat pengaturan materi-materi perundang-undangan bidang tertentu yang telah ditinjau secara sistemik, holistik dan futuristik.
Definisi lainnya dari sebuah naskah akademik, dikemukakan oleh Jazim Hamidi bahwa naskah akademik ialah naskah atau uraian yang berisi penjelasan tentang :[7]
1.      Perlunya sebuah peraturan harus dibuat
2.      Tujuan dan kegunaan dari peraturan yang akan dibuat
3.      Materi-materi yang harus diatur peraturan tersebut
4.      Aspek-aspek teknis penyusunan
Menurut Harry Alexander dalam bukunya Panduan Perancangan Perda di Indonesia, memberikan definisi tentang Naskah Akademik adalah naskah awal yang memuat gagasan-gagasan pengaturan dan materi muatan perundang-undangan bidang tertentu.[8]
Pasal 1 angka 7 Perpres Nomor 68 Tahun 2005, menyatakan Naskah akademik adalah naskah yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang , tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek, atau arah pengaturan suatu Rancangan Undang-Undang.
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tidak menyatakan secara ekplisit tentang Naskah Akademik, tetapi secara implisit pada Pasal 53, berbunyi:[9] Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan undang-undang atau rancangan peraturan daerah.
Tidak jauh berbeda dengan hal di atas, Hikmahanto Juwana mengemukakan, secara substansi, Naskah Akademik memuat beberapa bagian penting, yaitu:[10]
a.       Tujuan dibuatnya rancangan undang-undang
Tujuan dan alasan dibentuknya peraturan perundang-undangan dapat beraneka ragam. Hal ini terkait erat dengan politik hukum, karena tujuan pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan penjabaran dari politik hukum.
b.      Pembahasan tentang apa yang akan diatur
Bagian ini harus dapat diuraikan secara tepat dan tajam apa yang akan menjadi muatan materi dalam UU. Untuk pengisian bagian ini, penyusun Naskah Akademik harus berkonsultasi secara intens dengan pihak-pihak yang sangat tahu tentang apa yang akan diatur.
c.       Faktor berjalannya undang-undang
Dalam praktiknya sering undang-undang tidak dapat dilaksanakan dan ditegakkan. Kondisi ini terjadi karena tidak diikuti dengan kajian yang mendalam dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat dalam arti sesungguhnya. Dengan demikian, seyognya Naskah Akademik juga memuat kajian tentang dukungan infrastruktur dalam hal suatu undang-undang diberlakukan nantinya.
d.      Rujukan (Reference)
Dalam Naskah Akademik perlu diuraikan tentang rujukan terkait dengan RUU yang akan dibuat. Hal ini bertujuan untuk menghindari tumpang tindihnya aturan baik secara horizontal maupun vertikal, serta untuk harmonisasi dan sinkronisasi berbagai undang-undang yang sudah ada dalam proses pembentukan undang-undang.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa “Naskah Akademik paling sedikit memuat dasar filosofis, sosiologis, yuridis, pokok dan lingkup materi muatan yang diatur.
B.     Landasan Filosofis dalam Naskah Akademik
Dasar filosofis merupakan landasan filsafat atau pandangan yang menjadi dasar cita-cita sewaktu menuangkan suatu masalah ke dalam peraturan perundang-undangan. Dasar filosofis sangat penting untuk menghindari pertentangan peraturan perundang-undangan yang disusun dengan nilai-nilai yang hakiki dan luhur di tengah-tengah masyarakat, misalnya etika, adat, agama dan lain-lain.[11]
Dalam Aspek filosofis ini memuat hasil kajian yang mencerminkan landasan ideal atau pandangan yang menjadi dasar cita-cita pada saat menuangkan suatu masalah ke dalam peraturan perundang-undangan. 
C.    Landasan Sosiologis dalam Naskah Akademik
Secara dasar sosiologis, naskah akademik disusun dengan mengkaji realitas masyarakat yang meliputi kebutuhan hukum masyarakat, aspek sosial ekonomi dan nilai-nilai yang hidup dan berkembang (rasa keadilan masyarakat).
Tujuan kajian sosiologis ini adalah untuk menghindari tercerabutnya peraturan perundang-undangan yang dibuat dari akar-akar sosialnya di masyarakat. Banyaknya peraturan perundang-undangan yang setelah diundangkan kemudian ditolak oleh masyarakat, merupakan cerminan peraturan perundang-undangan yang tidak memiliki akar sosial yang kuat.[12]
Umumnya, teori-teori perundang-undangan hanya menyebutkan tiga aspek kajian untuk mengukur baik-tidaknya suatu peraturan perundang-undangan, yaitu dari aspek filosofis, yuridis, dan sosiologis.  Akan tetapi, sebuah peraturan perundang-undangan (termasuk peraturan daerah) tidak bisa sama sekali dilepaskan dari unsur-unsur politis dalam pembentukannya.  Aspek politis pada dasarnya mengedepankan persoalan tarik-ulur kepentingan antara pemerintah dan masyarakat.  Dalam Naskah Akademik pun kajian terhadap aspek ini perlu dilakukan.  Bagaimana sesungguhnya kemauan politik dari pemerintah, dan bagaimana bargaining power dari kemauan politik pemerintah ini ketika berhadapan dengan kepentingan masyarakat, terutama dalam era demokrasi seperti saat ini.

Untuk hasil yang lebih lengkap dan jelas dalam bentuk Microsoft Word, silahkan download disini

Read more >>

SPONSORED